Kisah Nenek di Selamatkan Ular Raksasa dari Tsunami
Minggu 26 Desember 2004 pagi, Umi Kalsum, (58), sedang bersiap-siap untuk memandikan orang yang baru melahirkan. Usai memasak sarapan ia bergegas mandi sebelum meninggalkan rumah. Baru beranjak ke kamar mandi, tubuhnya merasakan adanya guncangan hebat.
Gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter menggoyangkan tanah Rencong pagi itu. Mak Sum, panggilan akrab Umi Kalsum, bersama seluruh anggota keluarganya lari keluar rumah. Sejumlah pot bunga miliknya jatuh dan hancur. Setelah merasakan gempa sekitar delapan menit, ia menanam kembali bunga tersebut di pekarangan rumahnya di Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.
Tak lama berselang, anak ketiganya teriak memberi tahu air laut sudah naik. Letak rumah Mak Sum dengan bibir pantai hanya terpaut sekitar satu kilometer. Di belakang rumahnya terdapat sejumlah pohon-pohon besar sehingga ia tidak dapat melihat saat gelombang itu datang.
"Saya bilang ke anak saya waktu itu, jangan minta yang tidak-tidak mana mungkin air laut naik," kata Mak Sum kepada detikcom, Rabu (24/12/2014).
Belum habis kata-kata yang dikeluarkan dari mulut Mak Sum, anaknya sudah memintanya untuk segera lari. Saat melihat ke belakang, benar saja gelombang dahsyat sudah mendekat. Mak Sum lari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri. Ia sempat membawa seekor ayam jantan dan cucunya yang masih kecil.
Belum jauh Mak Sum lari, tiba-tiba tubuhnya terhempas gelombang dan cucunya lepas dari pegangannya. Ia timbul tenggelam dalam air yang menyeretnya bersama puing-puing bangunan lain. Hanya berselang beberapa menit, Mak Sum pingsan sehingga tidak mengetahui adanya ular bersama dirinya.
"Waktu itu ada orang yang lihat saya sudah dililit ular di dekat rawa-rawa. Dia tidak berani menolong karena ular sangat besar," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Mak Sum kembali siuman saat tubuhnya sudah berada di bawah jembatan Krueng Cut, Banda Aceh tak jauh dari rumahnya. Kala sadar, ia melihat kepala ular tepat di depan mukanya. Ular berwarna loreng itu melilit seluruh tubuh Mak Sum. Ia terus berdoa agar selamat dari amuk gelombang tsunami.
"Subhanallah ular itu besar sekali, saya sempat berucap selamatkan saya ke darat," kenang Mak Sum.
Mendengar perkataan Mak Sum, ular menenggelamkan diri hingga ke dasar sungai dan membawanya melewati jembatan Lamnyong atau berjarak sekitar satu kilometer. Selama dalam air, ia melihat banyak warga yang sudah menjadi mayat.
Saat gelombang ketiga datang, ular itu menyelamatkan Mak Sum ke atas sebuah pohon. Tubuhnya masih terlilit di antara puing-puing yang terseret gelombang. Beberapa menit berselang usai air surut, seorang remaja yang sedang menyelamatkan diri di atas sebuah bangunan melempar baju untuknya.
Sejumlah warga yang melihatnya berada di antara puing-puing dalam lilitan ular berusaha menyelamatkan Mak Sum. Saat ia ditarik ke atas, tiba-tiba ular melepas lilitan dengan meluruskan tubuhnya. Ketika itu ia melihat ayam yang dipegangnya dari rumah juga masih hidup.
"Setelah itu ular pergi lagi dalam air. Inilah salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah," ungkap Mak Sum.
Baru sekitar pukul 09.00 WIB ia dibawa oleh seseorang dengan menggunakan mobil ke arah Ulee Kareng, Banda Aceh. Dari sana, ia kemudian dibawa ke rumah sakit. Pada malam pertama petaka itu terjadi, Mak Sum tinggal di tenda pengungsi yang didirikan di kawasan Darussalam Banda Aceh.
Ia masih trauma berat sehingga saat angin kencang, ia lari dari tenda pengungsian. Tak jarang ia tidur di tengah jalan akibat trauma yang dialaminya. Pada hari kelima, Mak Sum diminta untuk memandikan jenazah korban tsunami yang sudah berhasil dievakuasi. Ia awalnya menolak permintaan itu tapi setelah dibujuk, akhirnya Mak Sum mau memandikan puluhan jenazah.
"Saya sudah 35 tahun jadi bidan desa. Kerja saya selain membantu orang melahirkan juga memandikan jenazah. Sampai sekarang kalau ada orang meninggal mereka memanggil saya untuk memandikan jenazah," jelasnya.
Dua tahun usai petaka itu terjadi, Mak Sum kembali tinggal di rumah bantuan yang dibangun di Desa Alue Naga. Kini letak tempat tinggalnya dengan laut hanya sekitar 100 meter. Di samping rumahnya, Mak Sum berjualan makanan ringan di sebuah kios kecil miliknya. Ia kembali menata hidup dan melanjutkan aktivitasnya sebagai bidan desa untuk membantu warga di sana.
"Suami, anak, dan cucu saya menjadi korban dalam musibah itu. Ada sekitar 30 orang yang jadi korban," ungkapnya.
Sumber:Detik.com
There are many reasons why Paris is one of the most popular film locations in the world and the backdrop for countless films and books. Due to The City of Light's ongoing love affair with the arts, its popular landmarks are instantly recognised by people across the globe; providing the perfect inspiration to jump on a boat, train or plane and take a trip to feast your eyes on some of the most filmed spots on earth.
Paris actually began its life as a simple Celto-Roman settlement, simply known as Lutetia on the Ile de la Cite. The Ile de la Cite is now occupied by the Cathedral de Notre Dame, famously shown in Wallace Worsley's 1923 film, 'The Hunchback of Notre Dame'.
Victor Hugos novel 'Notre-Dame de Paris' was also a great success and it was he who led a campaign for restoration of the cathedral which was falling into disrepair by the 19th century. Gothic revivalist Viollet-le-Duc restored Notre-Dame to its former glory and today you can take a trip to marvel at a job well done.
The French Capital's alias as The City of Light hails back to the aura of enlightenment which Paris gained during the 'Beautiful Era' (Belle Epoque) - the Parisian golden age of the late 19th century where fashion prevailed and haute couture was born. Paris lay at the centre of this era and it was during this period that Gustave Eiffel's famous tower was erected and the first Metro line laid.
A movie that perfectly depicts the feeling of the city during this time is Gigi, a filmic flurry of tea-rooms, courtesans and waltzes. The film won nine Oscars, so it seems safe to say that Edwardian era Paris is accurately and artistically evoked in this musical.
Charade is another French film classic starring Audrey Hepburn and features an impressive array of Parisian landmarks. The protagonists rendezvous at Le Theatre du Vrai Guignolet, where regular performances still continue to run. Furthermore, if you arrive at 3pm on a Wednesday then you can witness a performance of the oldest Punch and Judy show in Paris.
In more modern film, 'The Da Vinci Code' has highlighted the world's most visited art museum, the Louvre. Whilst it is probably most famous for its housing of the Mona Lisa, the Louvre actually holds more than 35,000 works of art; proving a must-see for any art lovers.
The film Amelie is renowned for its sweeping shots of Montmartre and Sacre Cour, both of which you can visit on your trip to Paris. The Canal St Martin was also featured in the film and this green river which snakes through the eastern side of the city makes a welcome break from the busier tourist areas.
If there is a specific film location that you want to visit then you could bear this is mind when considering areas for hotels in Paris. And if you're lucky, you could be just around the corner from those landmarks you've only ever seen at the movies.
Adam Singleton writes for a digital marketing agency. This article has been commissioned by a client of said agency. This article is not designed to promote, but should be considered professional content.
Article Source: http://EzineArticles.com/expert/Adam_Singleton/95646
Article Source: http://EzineArticles.com/2165046