Pernah Hidup Susah Jadi Kuli Bangunan, Kini 3 Orang Ini Jadi Pengusaha

Kisah hidup pengusaha sukses emang menarik buat disimak. Banyak dari mereka yang melewati perjuangan hidup yang berat buat berhasil seperti sekarang. Seperti kisah pengusaha sukses yang dulunya kuli bangunan.
Kamu pastinya gak menyangka, bukan? Ternyata ada kuli bangunan yang bisa menjadi pengusaha sukses. Sepertinya mereka juga gak menyangka kalau nasib mereka bisa berubah menjadi lebih baik.
Bagi orang-orang yang bekerja sebagai kuli bangunan, mendapatkan pekerjaan buat menghidupi kebutuhan sehari-hari aja udah bersyukur banget. Tentu akan lebih membahagiakan kalau mereka jadi pengusaha sukses berpenghasilan melimpah.
Penasaran dengan perjalanan hidup para kuli bangunan yang kini menyandang status sebagai pengusaha sukses? Simak yuk kisah hidup mereka dalam ulasan di bawah ini.
1. Supardi, kuli yang jadi pengusaha minyak cengkih

Kegigihan Supardi mempelajari penyulingan minyak cengkih akhirnya mengubah nasibnya yang tadinya kuli menjadi pengusaha minyak cengkih. Omzet yang berhasil diraupnya dari usahanya ini sungguh luar biasa, bisa mencapai Rp 12 juta per hari.
Pencapaian Supardi ini bukannya tanpa rintangan lho. Semuanya bermula saat ia menjalani pekerjaan sebagai kuli bangunan. Tapi pekerjaan yang dilakukannya itu gak bikin ia berhenti buat bermimpi. Supardi pengin hidupnya maju.
Pekerjaan kuli bangunannya pun ditinggalkan dan ia berkebun cengkih. Begitu panen, ia malah bingung hasilnya mau diapakan. Ia pun belajar dari pengusaha cengkih di Pekalongan gimana caranya melakukan penyulingan minyak cengkih.
Gak sia-sia. Dengan bermodalkan Rp 500 ribu, ia membuka penyulingan kecil-kecilan di samping rumahnya. Usahanya pun berkembang dan kini Supardi punya dua tangki dengan kapasitas per tangki sebesar 1.300 kilogram.
2. Sanawi, kuli bangunan yang jadi pengusaha es krim

Cuma lulus SD, kurang lancar membaca dan menulis, hidupnya melarat pula. Mungkin gak sih bisa sukses? Banyak orang yang berpikir, mustahil orang tersebut bakal jadi orang kaya.
Rupanya anggapan tersebut dibalikan Sanawi. Pria dari Blora, Jawa Tengah ini emang gak lulus SD. Membaca dan menulis pun gak lancar. Namun, ia gak mau terima nasibnya gitu aja.
Saat usianya menginjak 16 tahun, ia merantau ke Jakarta. Di ibu kota ia menjadi kuli bangunan.
Pada 2006, Sanawi ikut temannya ke Samarinda. Selama setahun di sana, ia merasa hidupnya gitu-gitu aja. Ia pun berjualan es krim demi meningkatkan penghasilannya dengan modal Rp 60 ribu saat itu.
Walaupun ada aja hambatannya, Sanawi gak pernah menyerah berjualan es krim. Perlahan-lahan, tapi pasti, usaha es krimnya pun berkembang. Sanawi juga gak segan belajar supaya bisa ada peningkatan.
Ia pun mengembangkan usahanya dengan mengajak teman-temannya yang bekerja sebagai kuli buat jualan es krim bikinannya. Ternyata keputusan yang diambilnya tepat.
Kini ia telah bekerja sama dengan lebih dari 700 pengecer. Dalam sebulan, Sanawi bisa menjual es krim hingga 9.000 ember di Banjarmasin dengan omzet hingga Rp 1,5 miliar per bulan.
3. Wak Doyok, kuli yang jadi pengusaha penyubur kumis

Siapa yang gak kenal dengan Wak Doyok? Krim penyubur kumis dan jenggot ini terkenal banget di kalangan para pria. Soalnya banyak yang merasakan khasiat dengan berhasil melebatkan kumis dan jenggot berkat krim Wak Doyok.
Usut punya usut, ternyata pemilik nama asli Mohd Azwan Md Nor ini dulunya pernah bekerja sebagai kuli bangunan. Ia mulai menjalani pekerjaan tersebut pada 2010 setelah dirinya di-PHK tahun 2008.
Kecintaannya pada dunia fashion rupanya membawa peruntungan pada dirinya. Ia pun berusaha memperbaiki penampilannya agar diterima bekerja di butik Ben Sherman.
Hebatnya, pemuda asal Malaysia ini menciptakan krim penyubur kumis dan jenggot hasil inovasi sendiri. Mirip cerita sukses Kylie Jenner, Mohd Azwan Md Nor juga meraih sukses berkat Instagram.
Semuanya bermula saat ia mem-posting foto yang menampilkan dirinya dengan gaya ala tahun 80-an. Saat itu ia bergaya dengan rambut klimis, kumis, dan janggut yang tumbuh subur.
Banyak yang bertanya, bagaimana ia bisa punya kumis dan janggut seperti itu. Di sinilah Mohd Azwan Md Nor memperkenalkan krim buatannya. Ternyata hasilnya positif. Ia pun melihat ini sebagai peluang dan membuka usaha penjualan krim penyubur kumis dan jenggot.
Ia pun mengambil nama Doyok sebagai nama krim buatannya tersebut. Ia ingat dulunya sering diledek mirip Doyok oleh teman-temannya. Jadilah Wak Doyok sebagai brand krim penyubur kumis dan jenggot.
Popularitas Wak Doyok pun menyebar hingga ke Indonesia. Bahkan, Wak Doyok menjadi barang yang paling diburu di Bukalapak selama Harbolnas 2016.
Bagaimanapun juga, usaha mereka sulit berhasil kalau gak diiringi kerja keras. Yang paling menarik buat dijadikan pelajaran adalah kejelian mereka dalam melihat peluang. Semoga informasi di atas memberi kamu inspirasi dan motivasi biar makin giat menjalankan usaha!
Sumber:moneysmart
Rails VPS Hosting comes in many forms.
The cheapest is to use the "cloud" VPS providers which currently include the likes of DigitalOcean, Amazon EC2, Hetzner, Vultr and several others.
These providers are able to offer infrastructure-independent services for as little as $5/mo (Vultr even experimented at $2.50/mo until they ran out of capacity).
The point is they are very inexpensive and provide an effective way to run Ruby on Rails based applications on infrastructure which you both own and can scale without having to buy expensive packages etc.
It works well, but there is one major downside - management. It's very difficult to set up the servers and then to keep them running (without some sort of underlying management system). This is a problem which has attempted to have been solved by the likes of Chef/Puppet and Docket, but generally to no avail.
The good news is that it's ALL software - almost every aspect of the "web" server stack is software-driven. The difficulty lies in getting all the software to work together, which of course is difficult and time-consuming.
This is a rundown of the software you require to get a web server online:
Operating System
Libraries / Packages
Programming Language Interpreters (Ruby/PHP/etc)
Web Server Software
Application Server Software
GIT Repos
The "GIT" repos thing basically means that you're able to push applications to the server, and they'll be able to run. The Web & Application server software packages are the equivalent of NGinx/Apache and the likes of Passenger.
Whilst most people don't really think about it, if you're running *any* sort of dynamic rendering mechanism for web servers (be it with PHP, NodeJS, Ruby, Python etc), you'll need to use an application server to get it running.
Because application servers are generally bundled with web server software, no one really cares / knows much about them. This is why "shared" hosting is such a popular option - its bundling with PHP is all that's required for the likes of WordPress, hence people are not really bothered about how it works in the back-end.
For Rails, the ability to manage the underlying dependencies, and the compatibility with the "Passenger" application server, are the two most paramount requirements to get the system running properly. This is what Rails VPS hosting is best for - allowing people to run their own web hosting infrastructure without any lock-in to specific software resources etc.
As mentioned, however, the problem with this is that you are responsible for all the server software, backups and any further integrations you may wish to apply. Unless you're using a service such as VPSDeploy, you'll end up having to manually account for everything in the system.
The only systems worth using in this capacity (for Rails) at the moment are HatchBox.io, Nanobox.io and VPSDeploy.com.
Article Source: http://EzineArticles.com/9907283